BlogBerita PinhomePerjalanan Hidup Nita: Dari Hidup Serba Terbatas Hingga Meraih Impian Memiliki Rumah

Perjalanan Hidup Nita: Dari Hidup Serba Terbatas Hingga Meraih Impian Memiliki Rumah

Dipublikasikan oleh Annisa Hapsari dan Diperbarui oleh Annisa Hapsari

Okt 10, 2024

9 menit membaca

Copied to clipboard

Bagi sebagian besar orang, memiliki rumah adalah puncak dari kestabilan finansial. Namun, bagi sandwich generation seperti Nita, mimpi memiliki rumah sendiri mungkin terasa begitu jauh dari jangkauan. Adanya kewajiban untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga sering kali menjadi hambatan untuk bisa menabung demi mewujudkan impian tersebut. Namun, apakah memiliki rumah sendiri benar-benar mustahil bagi sandwich generation? Melalui kisah Nita, seorang sandwich generation yang berhasil mewujudkan mimpinya untuk membeli rumah sendiri, kita akan mengeksplorasi jawaban atas pertanyaan ini. 

Masa Kecil yang Penuh Keterbatasan

Nita adalah seorang content writer berusia 36 tahun yang tinggal di Bandung. Sejak kecil, Nita tumbuh di keluarga dengan kondisi keuangan yang jauh dari kata stabil. Kondisi itu lalu diperparah dengan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia pada akhir tahun 1990-an.

Ayah Nita yang sebelumnya bekerja sebagai seorang drafter di proyek jalan raya terpaksa kehilangan pekerjaannya. Sejak saat itu, situasi finansial keluarga Nita yang sudah tidak stabil menjadi semakin buruk. Akibatnya, Nita dan keluarganya sering kali harus berpindah-pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya, sambil terus berjuang memenuhi kebutuhan hidup. 

“Aku inget, kami tinggal di satu kontrakan dengan dua ruangan aja dan kami huni berempat,” ujar Nita saat mengenang masa kecilnya.Hidup serba berkekurangan membuat Nita dan kakaknya, yang berbeda usia enam tahun darinya, harus tinggal di dalam rumah kontrakan sempit bersama kedua orang tua mereka. Kontrakan yang ditempati Nita dan keluarga hanya terdiri dari dua ruangan, sehingga setiap malam mereka akan tidur berhimpitan di sebuah ruangan di dalam kontrakannya. 

Kondisi ini membuat Nita terbiasa hidup dengan segala keterbatasan sejak usia dini. Meski demikian, kondisi ini bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah keterpaksaan yang harus dijalani oleh Nita dan keluarga karena keterbatasan finansial. 

Setelah kehilangan pekerjaannya, ayah Nita mencoba berbagai cara untuk mencari nafkah, mulai dari berjualan tahu Sumedang hingga mendorong gerobak minuman kemasan. Meski usaha ini tidak mampu mengangkat keluarga mereka dari keterpurukan, tetapi Nita dan keluarganya hidup dari pekerjaan yang pada akhirnya menjadi pekerjaan yang dilakukan ayah Nita hingga akhir hayatnya. 

Sementara itu, ibunya sebagai ibu rumah tangga tidak memiliki penghasilan, membuat ayahnya menjadi satu-satunya penopang keuangan keluarga.

Masa Remaja yang Penuh Pengorbanan

Kondisi ekonomi yang sulit berdampak besar pada pendidikan dan impian yang dimiliki Nita. Ketika memasuki usia remaja, keluarga Nita tidak lagi mampu membiayai sekolahnya. Hal itu membuat Nita mau tidak mau harus tinggal bersama keluarga Ibunya di Cirebon sembari melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). 

Meski bisa keluar dari rumah, sekolah di SMK jurusan tata boga bukanlah pilihan hati Nita. 

Namun, pada saat itu Nita tidak memiliki banyak pilihan, sehingga ia terus menjalani kondisi yang tidak sesuai dengan keinginannya tersebut meski dengan berat hati.

“Saat masuk SMK, Bapak dan Ibu sudah nggak bisa lagi membiayai aku. Akhirnya, aku dititipkan di rumah paman dan bibi di Cirebon. Sekolahnya di SMK, sekolah yang tidak pernah aku harapkan. Tapi, ya mau nggak mau aku harus menjalaninya,” tutur Nita. 

Apalagi, saat tinggal bersama saudaranya di Cirebon, Nita juga tetap saja tidak memiliki kamarnya sendiri. Alhasil, Nita remaja tidak bisa memiliki privasi atau sekadar waktu untuk sendiri. Ia bahkan harus berbagi ruang tidur dengan saudara lainnya selama tinggal di Cirebon. Sebagai seorang remaja, tentu menjalani hal tersebut bukan perkara mudah. 

Masa remaja Nita di Cirebon memang penuh dengan perjuangan hingga ia merasa telah kehilangan masa mudanya, dan hal tersebut tidak bisa terulang kembali. Bagaimana tidak, di masa remajanya, Nita harus hidup di bawah tekanan situasi yang tidak ideal.

Namun, pada akhirnya, kondisi ini yang justru membakar semangat Nita untuk memperbaiki kehidupannya setelah lulus dari sekolah. Ya, setelah lulus dari SMK di Cirebon, Nita memutuskan untuk kembali ke Bandung. 

Bekerja Keras Demi Masa Depan

Setelah lulus dan kembali ke Bandung, Nita memutuskan untuk mengambil kendali atas masa depannya sendiri. Menyadari bahwa pada saat itu ia tidak mungkin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, Nita mulai bekerja di usianya yang masih 16 tahun. 

Nita mulai bekerja di berbagai tempat untuk mendukung kehidupannya sendiri beserta keluarga. Pekerjaan pertama Nita adalah sebagai pelayan di restoran Sunda. Namun, ia tidak berhenti di situ. Nita terus bekerja di berbagai bidang. Mulai dari operator warnet, data entry, auditor, campaigner di LSM, media social officer, penulis konten, dan reporter sudah pernah dilakukannya. 

Nita mengaku bahwa bekerja di berbagai tempat itu bukan hal yang mudah, terlebih ia tidak selalu menyukai bidang pekerjaan yang dilakukannya. Akan tetapi, ia membutuhkan penghasilan untuk mendukung keluarga dan menabung untuk masa depannya. Nita juga tahu, jika ia ingin memiliki kehidupan yang lebih baik, ia harus bekerja keras meski harus mengorbankan masa muda dan kebebasannya. 

Pada saat itu, Nita memang sudah memiliki impian untuk memiliki rumah sendiri. Namun, bagi Nita, membeli rumah sendiri adalah impian yang terlalu jauh dari jangkauan.

“Dulu tuh nggak kepikiran untuk punya rumah, walaupun pengen banget. Aduh, itu muluk-muluk banget sih buat seorang Nita kecil punya rumah?! Harapan aku sih dulu hunian yang nyaman nggak apa-apa, sih walau cuma nyewa. Yang penting tuh aku bisa tidur tanpa harus bocor atapnya, tanpa harus banjir di jalan kalau pulang,” cerita Nita. 

Maka itu, Nita tidak menjadikan impiannya untuk membeli rumah itu sebagai prioritas. Alih-alih, Nita justru memutuskan untuk fokus untuk mengumpulkan uang demi membiayai keluarga dan melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda. 

Kerja keras Nita tidak sia-sia. Secara perlahan, ia berhasil menabung cukup banyak untuk membantu biaya kontrakan keluarga, memenuhi kebutuhan pribadinya, dan bahkan melanjutkan pendidikan sambil tetap bekerja. Pengalaman ini membentuk Nita menjadi sosok yang tangguh dan mandiri, yang selalu siap menghadapi tantangan demi mencapai cita-citanya.

Menikah dan Mencari Rumah Impian

Ketika Nita menikah di tahun 2015, keinginan Nita untuk membeli rumah kembali muncul. Apalagi, kini, Nita merasa memiliki teman yang bisa membantunya mewujudkan impiannya tersebut. Tidak seperti dulu, saat ia harus mengusahakan mimpi itu seorang diri. 

Meski begitu, diskusi Nita dan suami untuk membeli rumah tidak terjadi sejak awal pernikahan. Nita dan suami sempat berpindah dari satu rumah kontrakan ke kontrakan lainnya dalam upaya menemukan hunian yang nyaman dan terjangkau. Namun, seiring waktu, Nita dan suami berpikir alangkah lebih baik jika mereka memiliki hunian sendiri. 

“Setelah usia pernikahan tahun kedua, ketiga, keempat, kami juga pindah-pindah rumah terus. Dari satu kontrakan ke kontrakan lain, cari yang paling nyaman, cari yang murah dan enak. Terus kaya kepikiran juga, ‘kenapa ya kita habisin uang buat bayar rumah sewaan?’ kenapa kita nggak cari rumah aja,” kenang Nita. Berangkat dari pemikiran tersebut, petualangan Nita dan suami dalam mencari rumah dimulai. 

Tetapi, mencari rumah yang tepat ternyata tidak mudah. Ada banyak kendala yang harus Nita dan suami hadapi. Mulai dari pihak developer yang tidak transparan, hingga pengajuan KPR mereka yang sempat ditolak. 

Meski sempat kehilangan semangat untuk mencari rumah setelah pengajuan KPRnya ditolak, Nita dan suami tetap tidak menyerah. Setelah bekerja keras dan terus berusaha mencari rumah yang terbaik, Nita dan suami akhirnya mendapatkan informasi tentang perumahan baru di daerah Arcamanik, Bandung. Dengan segala upaya, akhirnya Nita dan suaminya berhasil mendapatkan rumah impian mereka. 

Perjuangan dan Tantangan sebagai Generasi Sandwich

Kisah Nita dalam keberhasilannya mewujudkan mimpi membeli rumah sendiri bukan hanya tentang pencapaian pribadinya. Ini juga tentang peran Nita sebagai bagian dari generasi sandwich. Pasalnya, dalam proses mewujudkan mimpi ini, Nita juga masih terus harus memenuhi kebutuhan orang tuanya serta mendukung keluarga barunya dengan suami. 

Ya, menjadi sandwich generation adalah tantangan yang terus-menerus. Nita harus terus memastikan bahwa kebutuhan kedua orang tuanya tercukupi, kebutuhan keluarganya terpenuhi, sembari juga membangun masa depan di rumahnya sendiri. 

Meskipun proses ini berat, Nita merasa bahwa posisinya sebagai sandwich generation adalah tantangan yang harus berani ia hadapi dan jalani. Hal ini menjadi dorongan bagi Nita untuk terus berkembang dan menjadi manusia yang lebih baik lagi. Baginya, segala kesulitan dan pengorbanan yang dihadapi adalah bagian dari proses untuk meraih sesuatu yang lebih besar dari hidup. 

Langkah Baru Menuju Impian yang Lebih Besar

Kini, setelah berhasil mewujudkan impiannya memiliki rumah, fokus Nita adalah membangun kehidupan di dalamnya, menciptakan kenangan yang akan diingat selamanya. Rumah itu bukan sekadar bangunan, tetapi simbol dari perjuangan panjang, ketekunan, dan mimpi yang dulu terasa jauh dari genggaman. 

Bagi Nita, memiliki rumah juga datang dengan tantangan tersendiri. Pasalnya, masih ada banyak hal yang perlu diurus, biaya yang harus dikelola, dan tanggung jawab baru yang harus dijalani. Belum lagi ketakutan-ketakutan yang masih menghantui terkait kondisi finansialnya di masa depan. 

“Aku sangat berani dan percaya diri di awal, tapi ketakutan itu justru baru muncul belakangan ini. ‘Pekerjaan aku aman nggak ya, atau pekerjaan suami gimana ya. Tabungan aku kalau aku di PHK, cukup nggak ya,” ujar Nita saat menceritakan tentang ketakutannya.

Namun, Nita tetap akan menghadapinya dengan terus bekerja keras. Nita sendiri berkomitmen untuk selalu mencari peluang untuk berkembang dan memperbaiki kualitas hidupnya. Ia sendiri percaya bahwa ketangguhan dan tekadnya akan selalu menjadi kekuatan utama dalam menghadapi apapun di masa depan. 

Bersyukur dan Melangkah Maju

Melihat kembali ke perjalanan hidupnya, Nita merasa sangat bersyukur dan berterima kasih kepada dirinya di masa lalu. Pasalnya, Nita di masa lalu tetap bertahan meski ada banyak kesulitan, kegagalan, dan berbagai momen yang menguji batas kemampuannya. 

“Jika Nita yang dulu depresi dan memutuskan untuk menyudahi hidup, mungkin aku nggak ada saat ini,” ujar Nita. Tentunya, Nita bangga pada dirinya di masa lalu yang telah berjuang dan bertahan hingga membawanya ada di titik seperti sekarang ini. 

Nita sendiri menolak untuk melihat kondisinya sebagai generasi sandwich sebagai halangan atau rintangan. Ia memilih untuk menganggapnya sebagai tantangan yang mendorong dirinya agar tumbuh dan menjadi versi terbaik dari dirinya. Memang benar bahwa ada saat-saat ketika Nita ingin menyerah, tetapi ia selalu ingat bahwa setiap usaha yang ia lakukan adalah demi masa depan yang lebih baik. 

Kisah Nita bukan sekadar cerita tentang seorang sandwich generation yang berjuang untuk mencapai impian memiliki rumah. Ini adalah kisah tentang ketangguhan, harapan, dan semangat yang tidak pernah padam dari seseorang yang menolak untuk menyerah pada keadaan. 

Perjalanan Nita mengajarkan kita bahwa menjadi sandwich generation bukan menjadi halangan untuk mewujudkan mimpi memiliki rumah. Kisah Nita mengajarkan kita bahwa dengan perencanaan yang matang, ketekunan, dan dukungan dari keluarga, mimpi memiliki rumah dapat menjadi kenyataan. Bagi Anda yang juga bagian dari sandwich generation, jangan menyerah pada impian Anda untuk memiliki rumah. Mulailah merencanakan keuangan Anda, cari informasi tentang KPR dan program pemerintah yang dapat membantu Anda mewujudkan impian tersebut. Dengan usaha dan tekad yang kuat, Anda juga bisa mewujudkan impian memiliki rumah, bahkan jika Anda adalah bagian dari generasi sandwich. #FindYourWayHome

Copied to clipboard

Properti Rekomendasi

    Rp 550,8 Juta - Rp 1,5 Miliar
    Angsuran mulai dari Rp3,8 Juta/bln
      Rp 181 Juta
      Angsuran mulai dari Rp1,2 Juta/bln
        Rp 357,1 Juta - Rp 780 Juta
        Angsuran mulai dari Rp2,5 Juta/bln

        Properti Eksklusif: Green Paradise City

        Parung Panjang, Kab. Bogor
          Rp 1 Miliar - Rp 1,1 Miliar
          Angsuran mulai dari Rp7,2 Juta/bln

          Properti Eksklusif: The Agathis

          Pancoran Mas, Kota Depok

          © www.pinhome.id

          Pinhome App

          Coba Aplikasi Pinhome

          Cari, konsultasi, beli, hingga jasa perawatan rumah, semua ada!
          Unduh sekarang dan nikmati manfaatnya.

          iOS PCA DownloadAndroid PCA Download